“Dad,
you lied again.”
Kalimat
itu meluncur menohok dari bibir gadis kecil yang merasa ayahnya terus menerus
diterpa kesibukan. So-aan (Soo-an Kim) yang besok berulangtahun tak mau
bingkisan apapun kecuali bertemu ibunya. Sang ayah, Seok Woo (Yoo Gong), yang seorang
manajer pendanaan, yang powerful dan
kaya itu sebetulnya sayang anaknya. Tetapi dengan setumpuk pekerjaan yang mesti
ia urus membuatnya tak dapat meluangkan banyak waktu dengan So-aan dan membuat anaknya
lebih banyak meluangkan waktu dengan sang nenek yang tinggal bersama Seok Woo karena
pria itu telah bercerai dengan istrinya. “I’ll take you to Mom, no matter
what,” kata Seok Woo setelah merasa hubungannya dengan anaknya sudah mencapai
titik nadir. Berangkatlah mereka berdua dari Seoul menuju Busan menggunakan
kereta.
Di
kereta yang segalanya nampak biasa-biasa saja pada awalnya, berubah mencekam.
Seorang perempuan aneh berhasil masuk ke dalam kereta tanpa diketahui petugas. Perempuan
itu mengunyah leher salah seorang petugas kereta dan dalam hitungan detik petugas
itu berubah menjadi ganas pula: matanya berubah menjadi putih mengkilap, kulit
pucat dengan vena menonjol, berlari memburu penumpang lain sambil mengeram
keras. Sementara di gerbong lain, televisi menyiarkan berita ihwal
infeksi yang menjangkiti kota. Kacau. Kata “mayat hidup” menjadi tren di media
sosial. Dengan cepat banyak penumpang kereta yang berubah menjadi “zombie” dan
para yang tak terjangkit—belum tergigit—berusaha menyelamatkan diri di hari
paling buruk dalam hidup mereka.
Di
sinilah lika-liku cerita menajam. Selain konflik dengan para zombie, para
penumpang selamat juga berkonflik dengan penumpang selamat lainnya mengenai ego
masing-masing. Dengan beragam macam jenis manusia di dalam kereta: seorang pebisnis,
anak-anak SMA anggota tim baseball, nenek-nenek, dan perempuan hamil beserta
suaminya yang kekar namun lembut hatinya, semuanya mengalami konflik tentang mementingkan
diri sendiri dan tetap menolong yang lain dengan kecenderungan apes yang besar.
“At a time like this, only watch your self,” tegur Seok Woo kepada anaknya
setelah gadis itu memberikan tempat duduknya kepada perempuan tua.
Meski
film ini membuat adrenalin berpacu dan penuh kekerasan, tetapi dengan cerdas
sang sutradara yang juga penulisnya, Sang-ho Yeon, memadukan yang demikian itu
dengan melodrama yang seimbang.
Pergesekan antara mempertahankan diri atau berkorban di sini dijelentrehkan
Sang-ho Yeon dengan brilian yang menampilkan stereotip berkenaan dengan masyarakat
modern saat ini dengan karakter-karakter yang kaya. Seorang pebisnis kurang
ajar (diperankan dengan baik oleh Kim Ui-Seon) yang serakah, egois, yang sering
menganggap diri mereka yang pertama, begitu pas dengan apa yang ada dalam benak
kita. Soo-an sang gadis cilik mewakili kita: bagaimana harus bereaksi dalam
keadaan gila dan apakah moral dan nilai-nilai yang kita miliki akan memengaruhi
tindakan kita. Karakter badass
diperankan oleh Dong-seok Ma yang justru mencuri perhatian, dengan tubuh besar
dan kekar yang meninju menghajar zombie yang ada di hadapannya agar istrinya
yang tengah hamil terus bertahan.
Tak
ada adegan yang dipaksakan dalam Train to
Busan dan sang sutradara mampu menjaga flow
terasa pas dari awal hingga akhir dengan pace
yang cepat. Di sini kita juga akan merasakan napas George Romero dan
Danny Boyle. Lanskap kota Seoul yang hancur dan suasana mencekam mampu
dihadirkan dengan sangat baik dengan tata sinematografi yang top, juga scoring-nya. Penggemar film bergenre ini rasa-rasanya akan dengan mudah
menyukai film ini.
No comments:
Post a Comment